Jumat, 02 Januari 2015

Sang Jungking dan Burung Dedek

Tidak ada manusia yang selamanya sengsara, suatu ketika kesengsaraan itu akan berujung pada kebahagiaan. 

Seorang laki-laki pencari kayu bakar tinggal di sebuah gubuk bambu dan beratap rumbia, bersama dengan istri dan kedua anak-anaknya yang masih kecil. Mereka adalah keluarga yang rajin bekerja. Tidak saja si Bapak yang bernama Sang Jungking tapi juga anak dan istrinya semuanya bekerja untuk membantu Sang Jungking memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka hidup bersama saling mengasihi satu dengan yang lainnya. 

Di suatu siang Sang Jungking sedang beristirahat di bawah pohon besar di pinggir hutan setelah seharian ia kelelahan membelah-belah kayu besar untuk di jual sebagai kayu bakar. Angin yang bertiup sepoi-sepoi membuatnya terkantuk. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara cicitan burung yang menyayat hati. Rupanya itu adalah seekor anak burung dedek yang terjatuh dari atas pohon. Ia mencicit kesakitan karena kakinya terkilir. 

“Oh......... kasihan sekali kau dedek kecil. Tenang ya, aku akan mengobatimu hingga kakimu sembuh.” Kata Sang Jungking iba. 

“Cit........ cit.........cit............” Burung Dedek mengangguk seolah menandakan kalau ia setuju. 

Sang Jungking segera membawa anak burung tersebut ke rumahnya dan dibuatkan sangkar kecil. Setiap hari seluruh anggota keluarga merawatnya dengan penuh kasih sayang. Semakin hari luka di kaki burung dedek semakin membaik. Suatu ketika Sang Jungking terkena musibah. Ada beberapa orang pencuri masuk kehalaman rumahnya, mereka mengambil seluruh ayam milik Sang Jungking. Setelah itu mereka membakar kandang ayam yang telah kosong tersebut. Pada saat itu angin bertiup kencang sehingga rumah Sang Jungking yang beratapkan rumbia dengan cepat ikut terbakar. Untunglah Sang Jungking sekeluarga bisa menyelamatkan diri. 

Dalam kesedihan yang mendalam burung dedek kesayangan mereka terlepas dan terbang ke udara. Tanpa berpikir panjang lagi mereka mengejar kemana burung itu pergi. 

“ Burung dedek kembalilah, jangan tambah kesedihan kami lagi dengan kepergianmu,” panggil Sang Jungking sambil terus berlari. 

Sesampainya ditengah hutan belantara, tiba-tiba saja burung itu terbang merendah. Paruhnya digerak-gerakkan seakan menunjukkan sesuatu. Sang Jungking menoleh ke arah yang ditunjuk burung dedek. Ia melihat sebuah rumah kecil di pingir sebuah sungai. Disekitar tempat itu ditumbuhi berbagai jenis buah-buahan . 

” Tuhan yang Maha Besar , terima kasih atas pertolongan yang kau berikan kepada kami.” Sang Jungking tak henti-hentinya ber syukur. 

Sang Jungking segera mengambil setandan buah pisang dan beberapa buah rambutan untuk makan mereka sekeluarga, sementara anak dan istrinya mandi disungai sepuas-puasnya. Setelah itu mereka secara bersama-sama membersihkan gubuk kecil tersebut.

Hari telah berganti bulan dan bulan pun telah berganti tahun, tak terasa sudah cukup lama Sang Jungking tinggal di daerah yang subur tersebut. Sehari-hari ia bercocok tanam dan menjual hasilnya ke pasar. Kehidupan mereka serba berkecukupan. Ini semua berkat burung dedek yang tahu membalas budi . 

Pada suatu hari burung dedek tersebut bisa berbicara,” Sang Jungking yang baik hati, kini umurku sudah terlalu tua. Aku tidak mau mati sia-sia. Sembelihlah aku kemudian belahlah tubuhku karena ada emas pada ekorku.” 

Tentu saja Sang Jungking terkejut, bukan saja karena burung tersebut bisa bicara melainkan juga pada permintaan aneh si burung dedek.” Mana mungkin aku tega menyembelihmu dedek. Kau sudah lama menjadi bagian kleluarga kami. Lagi pula kau sudah banyak membantu kami. Tidak…….aku tidak mau menyembelihmu.” 

Setiap hari burung dedek merajuk pada Sang Jungking dengan permintaan yang sama. “Ayolah Sang Jungking, kau telah menyelamatkan nyawaku dan aku merasa belum cukup memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasihku padamu.” 

“ Dedek, apa yang kau lakukan pada kami selama ini sudah lebih dari cukup. Jadi kau tidak perlu harus memberikan sesuatu yang berlebihan padaku.” Jawab Sang Jungking meyakinkan Dedek. 

Tapi tetap saja burung Dedek memaksa Sang Jungking untuk menyembelihnya, ” Kalau begitu anggaplah dengan menyembelihku kau akan menolongku, karena dengan begitu aku tidak akan merasa mati sia-sia.” 

Hingga pada hari ketujuh akhirnya Sang Jungking dengan berat hati melaksanakan permintaan dari burung dedek. Ketika ia membelah tubuh burung dedek seperti permintaannya, benarlah ditemukan oleh Sang Jungking beberapa buah kepingan emas. Ternyata burung dedek masih tetap ingin membalas budi walaupun ia telah mati sekalipun.

0 komentar:

Posting Komentar