Sudah sejak kecil, Wa Lancar, seorang pemuda yatim piatu ingin menuntut ilmu agama. Namun karena ibunya tidak mampu membiayai, maka ia pun mencari akal untuk bisa belajar. Ia datangani beberapa tempat mengaji. Karena tidak ada uang untuk membayar, maka Wa Lancar rela disuruh mengerjakan pekerjaan rumah di tempat tersebut.
Dari tiga tempat ia pun hanya mendapatkan masing-masing satu kajian yaitu, pertama ”kalau sudah lapar jangan makan”, kedua “ kalau lelah berjalan, istirahatlah”, ketiga “ ambil batu, ambil pisau, asah yang tajam.” Walau hanya beberapa kajian sederhana, namun Wa Lancar menerimanya dengan kesungguhan hati.
Merasa ilmu yang diperolehnya masih sangat sedikit, ia pun pergi mengembara untuk memperdalam ilmu agama. Dalam perjalanannya, ia selalu minta ijin tinggal di mesjid.
Disana Wa Lancar membantu membersihkan masjid dan mengajar anak-anak mengaji sambil dirinya juga ikut belajar. Karena kegigihan dan sifatnya yang rajin, maka banyak orang yang menyukai kebaikan dirinya , dari anak-anak hingga orang tua .
Namun ada saja orang merasa iri dengan Wa Lancar. Orang itu adalah Si Pulan. Secara diam-diam ia mengadu pada raja,” Baginda, di masjid istana, ada guru ngaji bernama Wa Lancar, di sana ia mengajarkan ajaran-ajaran sesat pada anak-anak yang mengaji.”
" Tanpa menyelidiki terlebih dahulu, raja memerintahkan pengawal istana untuk pergi menangkap Wa Lancar. Sebagai hukuman maka Wa Lancar di haruskan mengawini putri sang raja.
Putri ini sudah beberapa kali menikah, namun tak lama berselang dari hari pernikahannya suami sang putri selalu meninggal. Hingga tak ada lagi laki-laki di kerajaan tersebut yang mau untuk dinikahkan dengannya.
Lain halnya dengan Wa Lancar, ia menerima hukuman tersebut justru sebagai hadiah. Dengan ikhlas ia menikahi putri raja. Sampai disitu Si Pulan masih tetap berniat jahat pada Wa Lancar, tanpa diketahui oleh orang lain, diberikanlah bubuk racun pada makanan Wa Lancar pada saat perjamuan makan malam di istana.
Saat itu Wa Lancar sangat lapar, namun ia teringat kajian dari gurunya yaitu,” kalau lapar jangan makan.”
Maka diberikannya jatah makanannya pada teman yang duduk disebelahnya. Sesaat setelah makan, orang tersebut langsung mati. Hal ini tentu saja membuat Si Pulan tidak senang. Ia pun mencari cara untuk kembali mencelakakan Wa Lancar.
Pada suatu pagi Si Pulan mendatangi Wa Lancar,” Aku diutus oleh baginda raja untuk menyampaikan sebuah pesan untukmu. Beliau menginginkan batu hitam, batu tersebut banyak terdapat di sungai.”
" Tanpa rasa curiga Wa Lancar berangkat ke sungai dengan di temani oleh beberapa pengawal kerajaan. Pada perjalanan pulang setelah mendapatkan batu hitam, Wa Lancar merasa kelelahan.
Kembali ia teringat pada kajian yang kedua , “kalau lelah berjalan istirahatlah”. Maka ia pun beristirahat di bawah sebuah pohon rindang sementara para pengawal kerajaan berjalan terlebih dahulu.
Tak jauh dari tempatnya istarahat, Wa Lancar dikejutkan oleh suara orang minta tolong. Setelah dilihatnya, ternyata suara tersebut adalah para pengawal kerajaan yang terkena perangkap binatang .
Sebenarnya perangkap tersebut sengaja di pasang Si Pulan untuk mencelakakan Wa Lancar, namun ternyata gagal. Setelah menolong para pengawal Wa Lancar dan rombongan kembali ke istana. Karena banyak yang terluka maka perjalanan menjadi lama.
Lewat tengah malam, barulah Wa Lancar sampai diistana. Putri raja sudah tidur, sementara ia sendiri memilih untuk mengasah pisaunya dengan meminjam batu hitam sebelum besok pagi diserahkan pada raja. Ini juga karena ia teringat akan kajian gurunya ,” ambil batu, ambil pisau. asah yang tajam.”
Ketika ia selesai mengasah, dilihatnya lipan putih keluar dari sela-sela kaki sang putri. Dengan cekatan disergapnya lipan tersebut dengan pisau yang baru saja diasahnya. Ternyata lipan inilah yang menyebabkan para suami putri raja terdahulu meninggal. Sekarang tak ada lagi suami putri raja yang akan mati termasuk Wa Lancar.
PESAN: Ilmu yang dipelajari dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, walaupun sederhana, akan mendatangkan manfaat yang besar.
0 komentar:
Posting Komentar