Ada seorang Datu sakti yang pandai dalam ilmu pengobatan dan ilmu beladiri. Orang ini mempunyai dua anak laki-laki, yang sulung bernama Datu Dalu dan yang kecil bernama Sangmaima.
Sejak kecil Datu Dalu dan Sangmaima sudah diajari oleh ayahnya ilmu pengobatan dan ilu beladiri. Sehingga keduanya tumbuh menjadi remaja yang gagah perkasa. Ketika keduanya dewasa, ayah dan ibu mereka meninggal diterkam harimau pada saat berburu di hutan.
Menurut adat di sana, harta yang diwariskan oleh orang tua yang sudah meninggal, diberikan kepada anak sulung. Oleh karena itu tombak pusaka yang menjadi harta warisan satu-satunya tersebut menjadi milik Datu Dalu.
Pada suatu hari, Sangmaima ingin pergi berburu ke hutan. Maka ia meminjam tombak pusaka milik Datu Dalu.
“Kau harus menjaganya dengan baik, karena ini adalah tombak pusaka, satu-satunya peninggalan orang tua kita.” Pesan Datu Dalu.
Setelah beberapa saat berada di hutan, ada seekor babi hutan yang muncul. Sangmaima langsung melemparkan tombaknya dan mengenai perut babi hutan tersebut. Tapi babi hutan itu ternyata tidak mati, dan malah berlari masuk ke dalam hutan.
Sangmaima pulang ke rumah dan menceritakan apa yang terjadi pada Datu Dalu. Tentu saja Datu Dalu marah dan menyuruh Sangmaima mencari tombak pusaka tersebut hingga ketemu.
Setelah beberapa hari berada di dalam hutan, Sangmaima menemukan jejak babi hutan serta tetesan darah. Sangmaima mengikuti jejak tersebut, dan ia sampai di sebuah gua yang sangat indah, mirip dengan istana.
Di dalam gua tersebut, Sangmaima menemukan seorang wanita cantik yang ternyata adalah penjelmaan babi hutan, sedang menahan sakit. Dengan ilmu pengobatan yang dimilikinya, Sangmaima menolong wanita tersebut hingga sembuh. Ia kemudian pulang dan mengembalikan tombak pusaka kepada Datu Dalu.
Untuk merayakan kembalinya tombak pusaka tersebut, Datu Dalu mengadakan pesta. Datu Dalu mengundang semua orang di desanya, tapi ia tidak mengundang Sangmaima.
Tentu saja Sangmaima merasa tersinggung. Ia pun kemudian membuat pesta yang lebih meriah dengan mengadakan pertunjukan wanita yang berpakaian burung Emga. Ternyata hampir semua orang desa datang ke pesta Sangmaima, sehingga pesta Datu Dalu menjadi sepi.
Setelah mengetahui bahwa yang menyebabkan pesta Sangmaima lebih menarik adalah pertunjukan wanita burung emga, maka Datu Dalu datang kepada Sangmaima untuk meminjam wanita burung Emga.
“Aku akan meminjamkan padamu, tapi harus kau jaga baik-baik.”pesan Sangmaima kepada Datu Dalu.
Setelah wanita burung Emga itu berada di rumah Datu Dalu, diam-diam Sangmaima menyelinap masuk ke dalam kamar wanita burung Emga. Sangmaima meminta wanita burung Emga itu pergi ketika Datu Dalu tidur, sehingga Datu Daalu akan mengira wanita burung Emga itu menghilang.
Wanita burung Emga itu menuruti perintah Sangmaima. Pada keesokan harinya, ketika Sangmaima mendatangi rumah Datu Dalu untuk mengambil kembali wanita burung Emga, terjadilah keributan.
Datu Dalu mengakui bahwa ia telah ceroboh sehingga wanita burung Emga yang ia pinjam dari Sangmaima hilang. Tapi Dalu Dalu bersedia untuk menggantinya dengan sejumlah uang. Tentu saja Sangmaima tidak setuju.
Kedua bersaudara tersebut akhirnya terlibat perkelahian. Setelah sekian lama, Datu Dalu mengambil sebuah lesung dan melemparkan kearah Sangmaima. Ternyata lemparannya meleset dan lesung itu jatuh ke tanah dan menjadi sebuah danau. Orang kemudian menamakannya dengan nama Danau Silosung.
Sedangkan Sangmaima mengambil sebuah piring dan melempar ke arah Datu Dalu. Piring ini juga meleset dan jatuh ketanah kemudian menjadi danau. Hingga sekarang danau ini dikenal dengan nama Danau Sipinggan.
PESAN: Perkelahian tidak pernah membawa manfaat, kedua orang yang berkelahi sama-sama akan merugi.
0 komentar:
Posting Komentar