Kamis, 22 Mei 2014

Legenda Danau Toba - Cerita Rakyat Sumatera Utara

Di sebuah desa yang gersang di Sumatera Utara, tinggallah seorang pemuda miskin yang setiap harinya bekerja sebagai petani. Karena musim paceklik maka ia pun pergi ke sungai memancing ikan untuk makannya hari ini. Sudah begitu lama ia duduk ditepi sungai namun tak seekor ikan pun didapat. 

“Mungkin umpan ku kali ini tidak enak, sehingga tak ada satu pun ikan-ikan disungai ini yang mau memakannya,” pikir pemuda tersebut. 

Menjelang senja, barulah kailnya terasa berat, pertanda ada ikan besar yang memakan umpannya. Dengan hati riang diambilnya ikan tersebut untuk dimasukkan dalam keranjang. 

”Tidak rugi aku menunggu sejak tadi, akhirnya aku dapat juga sekor ikan yang sangat besar, baru kali ini aku lihat ada ikan sebesar ini. Aku akan berpesta malam ini.” Kata si pemuda dengan bahagia. 

Tanpa diduga ikan itu menjelma menjadi seorang puteri yang cantik jelita, melihat si pemuda terkejut puteri itu berkata. “ Jangan takut manusia, aku adalah ikan yang dikutuk oleh dewa. Karena kau telah menyentuhku maka aku berubah menjadi manusia sepertimu. Mulai saat ini aku akan mengabdi padamu.” 

Belum hilang dari rasa takjubnya, pemuda tadi membawa putri ikan kerumahnya. Untuk menghindari fitnah penduduk kampung, maka pemuda itu berniat untuk menjadikan puteri ikan itu sebagai istrinya, maka tak berapa lama kemudian keduanya menikah. 

“Aku bersedia menjadi istrimu asalkan kau berjanji, untuk tidak mengatakan pada siapun termasuk pada anak kita nanti, tentang asal-usulku,” kata putri ikan ketika pemuda tersebut ingin menjadikannya istri. 

Dari pernikahan itu mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Semakin hari anak tersebut tumbuh besar, makannya pun sangat banyak, hingga setiap hari ibunya harus memasak nasi dalam jumlah yang banyak. Tentu saja untuk mendapatkan itu semua si Bapak harus bekerja lebih keras. 

Hingga pada suatu hari dengan teramat letih dan lapar si Bapak pulang ke rumah. Ia segera menuju dapur untuk mengambil makanan. Betapa terkejutnya ia begitu didapati periuk nasi telah kosong. ”Ibu……….. apa kau tidak masak nasi hari ini, aku lapar sekali.” 

Dengan tergopoh-gopoh istrinya datang,” Tadi aku sudah memasak nasi, Pak. Mungkin anakmu menghabiskan semuanya. Tunggu sebentar ya Pak aku masakkan nasi lagi” 

Dengan sangat marah dihampirinya anaknya, “Samosir.... kemari kau. Dasar anak ikan tak tahu diri, kau habiskan semua makanan tanpa kau ingat bapakmu yang kelelahan dan kelaparan setelah seharian bekerja keras untuk mengidupimu dan ibumu,” 

Mendengar perkataan suaminya yang kasar itu, putri ikan hatinya bagai disayat sembilu. Suaminya telah melanggar janji, ia telah mengatakan pada anak mereka tentang asal-usul dirinya. Dengan berlinang air mata dihampirinya anaknya yang masih dimarahi oleh suaminya. 

”Cukup sudah pak, kau telah melanggar janjimu sendiri. Aku akan pergi bersama dengan anakmu.” 

Kedua ibu dan anak itu segera menghilang dari hadapan suaminya. Petani itu tertegun menyesali perbuatannya yang tidak bisa menahan emosi. Kini ia sendiri tanpa istri dan juga anaknya, ia telah kehilangan mereka untuk selama-lamanya hanya karena seperiuk nasi. 

Berkali-kali petani itu memanggil istri dan anaknya, namun tetap saja kedua orang yang ia sayangi itu tak pernah kembali. Tak berapa lama kemudian, dihadapannya muncul mata air yang menyemburkan air dengan derasnya. Semakin lama air tersebut semakin banyak dan akhirnya menenggelamkan desa. Sekarang orang mengenal desa yang tenggelam itu dengan sebutan danau toba. 

PESAN: Emosi harus tetap dijaga, sesal kemudian tidak berguna

0 komentar:

Posting Komentar