Hari ini 21 April 2014. Tepat 135 tahun lalu telah lahir seorang anak yang kemudian dikenal sebagai pahlawan emansipasi wanita. Wanita itu adalah R.A Kartini yang lahir di Jepara pada 21 April 1879.
MAsih teringat peringatan hari Kartini dengan memakai pakaian tradisional sewaktu SD dulu. Saat itu aku bersekolah di Solo, jadi setiap tahun sekali aku selalu mengenakan kebaya hingga kelas 6 SD. Tapi ketika SMP aku pindah ke Jakarta, dan tidak ada lagi perayaan hari kartini yang mewajibkan murid-murid untuk memakai busana daerah. Saat itu aku merasa senang karena gak harus beribet ria ke sekolah untuk upacara hari Kartini.
Saat itu aku juga tidak mengerti apa arti dari peringatan tersebut. Bahkan hingga hari ini. Yang aku tahu pada hari kartini kita diajak untuk mengingat jasa ibu Kartini yang telah membuat para wanita Indonesia bisa sejajar dengan kaum pria seperti saat ini. Berdandan ala kartini dengan busana daerah diharapkan mampu mengingatkan setiap perempuan Indonesia pada jasa dan semangat Kartini.
Hari ini pertanyaan tentang apa pentingnya memperingati hari Kartini kembali mengusik pikiranku. Manakala di dunia maya banyak sekali postingan tentang semangat Kartini bagi kaum perempuan Indonesia. Begitu juga dengan berbagai tayangan televisi dan berita di media masa hari ini. Semua menyoroti jasa Kartini bagi perempuan Indonesia.
Ada banyak keberhasilan yang telah diukir oleh wanita Indonesia. Bahkan banyak pihak yang memberikan penghargaan pada keberhasilan wanita di banyak bidang termasuk bidang-bidang yang banyak digeluti oleh pria. Kesetaraan gender di Indonesia sepertinya tidak lepas dari jasa ibu Kartini.
Sebagai wanita, tentunya aku bangga pada semua kesempatan yang ada. Aku bangga pada karya para wanita. Dan lebih bangga lagi pada para wanita yang bisa berkarya tapi juga menyadari kodratnya sebagai wanita sekaligus ibu dan istri.
Sayang memang teladan Kartini hanya sebatas ketika beliau belum menikah dan belum memiliki anak. Sangat sayang Kartini meninggal 4 hari setelah beliau melahirkan anak satu-satunya yang bernama RM Soesalit. Seandainya Kartini bisa hidup lebih lama, mungkin beliau bisa memberikan keteladanan sebagai seorang istri yang baik bagi suaminya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya.
Sangat disayangkan ketika para wanita hanya meneladani semangat Kartini. Tidak sedikit para wanita yang bisa sukses dalam karirnya, namun kemudian mereka lupa akan kodratnya sebagai ibu yang seharusnya mendidik anak-anak mereka dengan hati. Tidak sedikit wanita yang berkarir akhirnya kebablasan dengan tujuan kesombongan diri. Jadi jangan salahkan anak ketika mereka kemudian mencari kesombongan diri seperti orang tuanya juga.
Sangat disayangkan ketika seorang wanita meraih kesuksesannya kemudian merendahkan suaminya. Jadi jangan salahkan ketika akhirnya banyak suami yang mencari perempuan lain yang bisa lebih menghargainya. Padahal kodrat perempuan adalah terbuat dari tulang rusuk laki-laki jadi seharusnya dia tidak menempatkan diri sebagai tulang punggung keluarga. Sepertinya mereka lupa bahwa urusan rejeki dalam keluarga sudah ada matematikanya, sehingga dengan seenaknya menyalahkan suaminya soal rejeki demi untuk menutupi kesombongan diri.
Sepertinya para perempuan dari golongan seperti ini lupa bahwa jalannya rejeki sudah ditetapkan oleh Tuhan sehingga mereka seringkali melupakan Tuhan dengan kesombongannya sebagai tulang punggung keluarga dengan mengatas namakan tuntutan ekonomi dan dalih emansipasi wanita juga kesetaraan gender.
Sepertinya semangat Kartini telah menjadikan sebagian wanita tidak bersyukur atas keluarga yang mereka miliki. Jadi di hari Kartini kali ini aku akan berdoa semoga di masa yang akan datang nanti, akan lebih banyak kartini yang bersyukur. Semoga di suatu hari nanti tidak akan ada lagi kartini yang kebablasan dengan mengatas namakan emansipasi sebagai kedok kesombongan diri.
0 komentar:
Posting Komentar