Jumat, 11 Oktober 2013

Kelezatan Dalam Sepincuk Cabuk Rambak

Sepincuk Cabuk Rambak 
Nama Cabuk Rambak memang terdengar sedikit aneh. Kata Rambak sering kita dengar di beberapa daerah di Jawa, namun kata Cabuk masih terasa asing. Rambak adalah krupuk yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau, dulunya cabuk rambak ini memang dihidangkan bersama krupuk kulit atau rambak namun karena harga rambak semakin mahal maka krupuk kulit ini diganti dengan krupuk nasi (karak) yang kemudian krupuk nasi ini juga disebut dengan nama “Rambak”. Kata Cabuk mengacu pada wijen yang merupakan bahan utama sausnya.


Makanan ini sudah tergolong langka di tempat asalnya yaitu Solo. Jika kita ingin menikmati makanan ini, tidak semua tempat ada yang menjualnya. Hanya di tempat-tempat tertentu seperti Pasar Gede yang merupakan pasar tradisional terbesar di Solo. Walaupun sulit di dapat, makanan ini bisa membuat orang yang menikmatinya ketagihan dan ingin menikmatinya lagi. Porsi penyajiannya tidak begitu banyak sehingga makanan ini cocok sebagai makanan sela. Walaupun isi utamanya adalah ketupat yang mengandung banyak karbohidrat, tapi porsinya tidak membuat perut kenyang.

Bahan pembuat cabuk rambak 

Isi Nampan Penjual Cabuk Rambak 
Ketupat yang digunakan seringkali disebut sebagai “Gendar Janur”. Gendar adalah nasi yang padat sedangkan janur adalah daun kelapa yang masih muda yang digunakan sebagai pembungkus ketupat. Ada beberapa jenis makanan khas solo yang juga menggunakan bahan ketupat dan disiram saos, seperti misalnya pecel atau gado-gado. Hanya saja yang membedakan cabuk rambak dengan pecel adalah saosnya. Saos pecel atau gado-gado terbuat dari bahan dasar kacang sedangkan saos cabuk rambak terbuat dari campuran wijen dan kelapa.

Saos wijen atau yang disebut dengan cabuk adalah campuran dari wijen yang disangrai serta kelapa muda yang diparut. Kedua bahan itu dimasak dengan ditambah bumbu yang dihaluskan yaitu daun jeruk purut, bawang putih, kemiri, kencur, lada bubuk serta gula dan garam. Cara memasak saos tersebut dengan menambahkan air dan mengaduknya hingga saos mengental. Cabuk artinya ampas wijen yang telah diambil minyaknya. Akan tetapi cabuk yang digunakan saat ini sebagai saos adalah wijen utuh tanpa diambil minyaknya terlebih dahulu. Ini karena saat ini sudah jarang orang yang membuat minyak wijen secara tradisional sehingga cukup sulit mencari ampas wijen.

Penyajian 

Makanan ini terlihat sangat sederhana, tersaji di dalam wadah daun pisang yang disebut “pincuk”. Daun pisang inilah yang membuatnya terlihat unik dan keunikan selanjutnya nampak pada cara memakannya. Cabuk rambak bukan dimakan dengan tangan atau sendok maupun garpu seperti makanan lainnya, akan tetapi cabuk rambak ini dimakan dengan menggunakan lidi yang ditusukkan pada salah satu irisan ketupat. 

Ketika kita memesan cabuk rambak, maka si penjual akan mengambil selembar daun pisang dan melipat setengah bagiannya hingga menjadi pincuk dan menyematkan lidi agar bentuk pincuk tidak berubah. Setelah itu si penjual akan mengambil ketupat kemudian membelahnya menjadi dua dan mengirisnya tipis-tipis. Ketrampilan yang dimiliki oleh si mbak penjual cabuk rambak ini membuatnya bisa menciptakan irisan yang sama rata dan membuat sebaran potongan ketupat yang rata di dalam pincuk.

Warna saos wijen ini memang agak pucat, namun begitu kita memakan rasanya sangat gurih. Setelah saos disiramkan pada irisan ketupat, maka dua atau tiga buah krupuk rambak akan ditambahkan di atasnya. Si penjual cabuk rambak ini juga tidak akan lupa menusukkan sebatang lidi di atas salah satu irisan ketupat. Kalau kita menginginkan cabuk rambak ini dinikmati di rumah, maka daun pisang tersebut tidak dibuat pincuk, melainkan dibungkus dengan bentuk seperti bungkusan nasi dan sejenisnya.

Di mana bisa mendapatkan cabuk rambak? 

Penjual Cabuk Rambak Di Pasar Gedhe Solo
Tidak banyak penjual cabuk rambak di kota solo. Namun setiap pagi hari mulai jam 06.00 WIB hingga 13.00 WIB kita bisa menjumpai seorang ibu-ibu penjual cabuk rambak di sepanjang jalan Ledoksari Selatan. Pada jam yang sama kita juga bisa menikmati cabuk rambak di pasar gede solo, tidak jauh dari pintu masuk ke arah dalam.

Cabuk rambak juga bisa ditemui pada hari-hari tertentu. Pada hari minggu pagi hingga menjelang siang di Sunday market Manahan tepatnya di kompleks stadion Manahan Solo, kita juga bisa menikmati cabuk rambak sambil duduk di tikar. Pada saat perayaan Sekaten, penjual Cabuk rambak akan banyak dijumpai di halaman Masjid Agung Keraton Solo.

Ada kalanya para penjual cabuk rambak ini juga berkeliling kampung menjajakan dagangannya dengan cara digendong di belakang punggung, atau dengan mengunakan sepeda yang diberi keranjang bambu dibagian belakangnya. Jika ingin menikmati Cabuk rambak di malam hari, maka kita bisa pergi ke Night Market yang buka pada Sabtu malam di Pasar Windujenar atau Ngarsopuro Solo.

Harganya sangat murah 


Untuk menikmati kelezatan Cabuk rambak ini, kita tidak perlu merogoh kantong terlalu dalam. Hanya dengan uang Rp 2.000 (dua ribu rupiah) sampai dengan Rp 2.500 (dua ribu limaratus ribu rupiah), maka kita sudah bisa mendapatkan sepincuk cabuk rambak yang nikmat.

0 komentar:

Posting Komentar