Pages - Menu

Sabtu, 03 Desember 2016

Mengenal Fuya, Tapa dan Daluang


Apakah ada persamaan antara Fuya, Daluang dan Tapa? Ketiganya disebut di tempat yang berbeda. Tapi apakah perkembangan ketiganya sama? Apakah mungkin Fuya, Daluang dan Tapa bisa tetap hidup dan mengikuti perkembangan jaman yang ada?

Apa bedanya Fuya, Daluang dan Tapa? 

Fuya merupakan sebutan kain kulit kayu di Sulawesi Tengah. Kebudayaan kain kulit kayu ini sudah ada di Sulawesi Tengah sejak ribuan tahun yang lalu. Proses pembuatan kulit kayu hingga menjadi kain dan berkembang menjadi pakaian dimulai sejak kedatangan bangsa Austronesia yang melakukan pengembaraan sekitar 6.800 tahun yang lalu dari China Selatan menuju Macaw.

Bangsa Austronesia ini menempuh dua jalur yaitu darat dan laut. Jalur darat melewati Vietnam sedangkan jalur laut melewati Philiphina. Kemungkinan besar, orang-orang Austronesia yang melewati jalur laut inilah yang mendarat di Sulawesi.

Mereka membawa peralatan pembuatan kain kulit kayu dalam perbekalannya. Itu sebabnya batu Ike yang dipakai di Sulawesi Tengah ada persamaan dengan batu Ike yang digunakan di Taiwan. Selain peralatan, mereka juga membawa benih pohon Saeh yang merupakan bahan dasar pembuatan kain kulit kayu.

Pohon Saeh , masih kecil
Namun hanya satu tempat saja yang batu ike nya sama persis dengan yang ada di Sulawesi Tengah, yaitu di Mexico. Ini bisa terjadi karena para pengembara Austronesia itu hanya sebagian saja yang menetap di Sulawesi Tengah. Sebagian lagi melanjutkan pengembaraan dan diperkirakan sampai di Mexico.

Di Jawa, nama Fuya kurang dikenal. Di sini  kain kulit kayu lebih dikenal dengan nama Daluwang. Dalam sebuah catatan dijelaskan bahwa pada tahun 1646 pernah ada seseorang yang berjalan dari Jawa Timur ke Jawa Barat dengan memakai baju putih longgar dari kertas kayu.

Hanya saja penggunaan  kain kulit kayu sebagai baju di Jawa sangat sedikit sekali. Kebanyakan kain kulit kayu di Jawa digunakan sebagai media tulisan atau yang lebih dikenal sebagai Daluwang atau Dluwang. Bahkan dalam bahasa Jawa ada kata “Druwang” yang artinya kertas. Naskah-naskah kuno yang ditemukan di Pulau Jawa kebanyakan ditulis pada kertas dari kulit kayu atau Daluwang.

Tapa merupakan sebutan kain kulit kayu di seluruh dunia. Terutama di Pasifik seperti Hawaii juga Mexico. Untuk pertama kalinya istilah Tapa diperkenalkan oleh pelaut Marcopolo.

Pemanfaatan Kulit Kayu Saat Ini

Dahulu kain kulit kayu digunakan sebagai baju sehari-hari maupun baju adat. Kain kulit kayu kini tetap hidup di sebagian masyarakat Sulawesi Tengah. Diantaranya di Lembah Bada, Kabupaten Poso. Selain itu juga di beberapa daerah di Kabupaten Sigi, seperti Pandere, Kulawi dan Gumbasa. Hanya saja dengan berkembangnya fashion, maka penggunaan kain kulit kayu hanya terbatas sebagai pakaian adat saja.

Pembuatan kain kulit kayu saat ini memang masih didominasi oleh perempuan-perempuan tua. Mereka sudah sangat terampil, hanya saja usia tidak bisa membuat mereka memproduksi kain kulit kayu secara terus menerus. Ditambah lagi dengan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi.

Dengan demikian produksi kain kulit kayu ini hanya dilakukan disaat senggang saja. Kegiatan membuat kain kulit kayu dilakukan di saat mereka tidak bekerja di sawah. Itu sebabnya produksi kain kulit kayu belum bisa dilakukan secara terus menerus.


Saat ini para pengrajin memang hanya menjual kain kulit kayu dalam bentuk lembaran. Harga kain kulit kayu ditingkat pengrajin berkisar antara Rp 150.000 hingga Rp 350.000. Ini tergantung dari bahan baku. Jika dibuat dari kulit kayu Saeh maka harganya bisa lebih mahal jika dibanding dengan kain yang dibuat dari kayu Malo ataupun Beringin. Bahkan Daluwang yang dibuat di Bandung harganya mencapai Rp 55 per cm atau sekitar Rp 550.000 per meter.

Jika dilihat dari lama pembuatannya yang berkisar antara 4-6 hari, maka harga tersebut boleh dibilang sangat murah. Proses yang harus dilalui untuk membuat satu lembar kain berukuran kurang lebih 1 m X 1,5 m adalah dengan mengambil kulit kayu dari pohonnya. Kemudian kulit tersebut dibersihkan dengan air mengalir.

Jika menggunakan kulit kayu Malo atau kayu Beringin maka perlu dilakukan perebusan terlebih dahulu agar kayu lebih empuk ketika dipukul nantinya. Tapi jika menggunakan kayu Saeh, maka perebusan tidak perlu dilakukan. Ini karena kulit kayu Saeh adalah bahan baku terbaik diantara jenis kulit kayu lainnnya.

Setelah itu dilakukan pemeraman selama 3-4 hari untuk mendapatkan lendir yang berfungsi untuk membantu proses pemukulan. Barulah dilakukan pemukulan dengan menggunakan ruyung enau dan batu ike. Pemukulan dilakukan bertahap hingga diperoleh ketebalan kulit kayu yang diinginkan.

Antara Potensi dan Hambatan
Jika melihat proses yang panjang dan sejarah kain kulit kayu, maka bisa terlihat dengan jelas potensi kain kulit kayu di Indonesia ini. Potensi tersebut diantaranya adalah :

1.Indonesia merupakan satu-satunya Negara di dunia yang masih memproduksi kain kulit kayu.

Dengan demikian, kain kulit kayu bisa menjadi asset besar dalam mendatangkan devisa Negara dari sektor wisata. Berbagai sentra pembuatan kain kulit kayu memiliki potensi wisata megalitik yang sangat mendukung pemasaran produksi kain kulit kayu masyarakat setempat. Hal ini tentu saja akan berimbas pada meningkatnya pendapatan daerah setempat juga.

2.Kain kulit kayu merupakan sebuah kain unik yang bisa diolah menjadi fashion menarik.

Saat ini kain kulit kayu yang ada masih dibuat dengan teknik-teknik standar. Jadi penting untuk dilakukan berbagai percobaan guna mendapatkan teknik pengolahan yang lebih baik untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik lagi. Seperti misalnya teknik membuat kain kulit kayu tidak mudah sobek, juga teknik mendapatkan ketebalan yang beragam sesuai dengan trend fashion yang ada.

3.Kain kulit kayu bisa dimanfaatkan untuk berbagai pelengkap fashion.

Sisa-sisa kain kulit kayu yang digunakan untuk membuat baju bisa digunakan untuk membuat asesoris pelengkap fashion, seperti misalnya kalung, bandana, bros dll. Bisa juga dibuat tas, dompet, sandal, sepatu dll.

4.Kain kulit kayu sangat potensial untuk dijadikan sebagai nenan rumah tangga.

Tekstur kain kulit kayu yang keras membuat kain ini cocok digunakan sebagai bahan lenan rumah tangga seperti kap lampu, taplak meja, tikar dll. Hanya saja yang perlu dipikirkan lagi adalah bagaimana membuat kain kulit kayu ini bisa tahan terhadap air dan tidak mudah rusak jika terkena air, karena produk lenan rumah tangga sangat rentan terkena percikan air.

Selain potensi yang ada, hambatan dalam pengembangan kain kulit kayu di Indonesia juga masih banyak, diantaranya :

1.Pengrajin yang sudah tua

Untuk mengatasi ini tentu perlu dilakukan re-generasi. Penting dilakukan untuk mendidik dan membina generasi muda setempat untuk mau menjadi pengrajin kain kulit kayu. Tentu saja ini tidak mudah, karena perlu kesadaran tinggi dari para generasi muda akan pentingnya kain kulit kayu ini, bukan hanya bagi masyarakat setempat tapi juga bagi dunia.



2.Ketersediaan bahan baku

Saat ini tidak pernah dilakukan penanaman kayu Saeh, Malo maupun Beringin. Selama ini para pengrajin hanya mengambil kayu dari kebun maupun hutan. Hanya saja, jika hal ini dilakukan terus menerus, maka pohon-pohon ini akan segera habis. Oleh karena itulah gerakan menanam kembali pohon Saeh, Malo maupun Beringin penting untuk dilakukan.

3.Penghargaan masyarakat yang kurang

Bagaimanapun juga pengharagaan masyarakat pada sebuah kreasi itu sangat penting. Tanpa adanya sebuah penghargaan, maka kreasi tersebut tidak akan pernah bernilai. Untuk itulah perlu diperkenalkan kain kulit kayu ini pada seluruh lapisan masyarakat terutama pada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.

Yang bisa dilakukan antara lain adalah memasukkan “Kain Kulit Kayu” ini ke dalam kurikulum muatan lokal di Sulawesi Tengah.  Selain itu juga menyebarluaskan informasi tentang kain kulit kayu di berbagai media, baik itu media cetak, elektronik maupun media sosial.

Kain kulit kayu merupakan warisan budaya yang penting untuk dilestarikan di Nusantara ini. Hanya saja untuk mencapai semua itu diperlukan kerjasama berbagai pihak. Ini adalah sebuah pekerjaan besar demi kelangsungan hidup bangsa, karena kain kulit kayu adalah bagian penting dari sejarah bangsa. Jika ingin membangun sebuah bangsa maka hal utama yang harus dilakukan adalah membangun sejarahnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar