(Dongeng dari Belitung)
Perjalanan nasib seseorang hanyalah Tuhan yang menentukan. Manusia hanya bisa berusaha. Tak seorang pun tahu akan apa yang terjadi pada orang lain atau bahkan, pada dirinya sendiri. Jika seseorang percaya pada sebuah ramalan dan ternyata itu benar-benar terjadi, bukanlah berarti si peramal yang hebat.
Siapa tahu si peramal adalah seorang pintar yang selalu menggunakan akal sehatnya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi. Itulah sebenarnya yang dilakukan oleh Mak Per. Mak Per adalah seorang laki-laki paruh baya. Istrinya bernama Mak Udak. Keduanya tinggal di gubuk sederhana di sebuah desa di pesisir pantai.
Hampir setiap hari orang-orang berdatangan ke rumah Mak Per meminta untuk diramal. Karena sebagian besar ramalannya benar, Mak Per pun terkenal sebagai peramal hebat. Rupanya kehebatan Mak Per sampai pula di telinga Raja. Raja yang terkenal sombong itu rupanya ingin menguji kehebatan Mak Per.
Suatu saat, Mak Per diundang untuk datang ke istana. “Aku sudah mendengar kehebatanmu, Mak Per,” kata Raja ketika Mak Per tiba di istana.
“Hamba hanyalah seorang manusia biasa yang berusaha menolong sesama manusia dengan kelebihan yang diberikan oleh Tuhan, Baginda,” jawab Mak Per dengan rendah hati.
“ Aahhh..., janganlah kau merendah seperti itu, Mak Per. Aku tahu kau orang hebat. Oleh karena itu, aku minta padamu untuk menebak apa isi peti yang ada di atas kapal milikku ini,” tantang Sang Raja.
“Ampun, Baginda. Bukannya hamba lancang menolak permintaan Baginda. Tapi, apa gunanya hamba menebak isi peti itu?” jawab Mak Per heran.
“Kau adalah rakyatku, Mak Per! Sungguh tak sopan jika kau berkata seperti itu!” jawab Raja dengan suara tinggi. Rupanya Sang Raja marah.
”Laksanakan saja apa yang kuminta! Kau kuberi waktu tujuh hari. Kalau dalam waktu yang sudah ditentukan kau belum juga bisa menebak apa isi peti itu maka aku akan menghukummu dengan hukuman penggal! Jika kau berhasil menebak apa isi peti tersebut maka kau akan kuberi tujuh buah kapal dan kerajaan ini akan menjadi milikmu,“ tantang Sang Raja.
Mak Per kembali ke rumah dengan muka pucat dan sedih. Mak Udak mencoba menghibur suaminya itu. ”Apa lagi yang kau pikirkan, Pak? Kalau kau diminta Raja untuk menebak isi peti yang ada di dalam kapalnya, mengapa tak kau cari tahu saja informasi di sekitar kapal itu? Mungkin di sana kau akan mendapat jawaban,” usul istrinya.
Mak Per berpikir, mungkin benar juga apa yang dikatakan istrinya. Pada malam hari, Mak Per pergi ke pelabuhan. Dicarinya kapal Raja yang memiliki ukuran paling besar, mewah, dan dijaga banyak pengawal. Setelah menemukan kapal yang dimaksud, diam-diam Mak Per berenang dari tepi dermaga ke kapal Raja.
Akhirnya, Mak Per bisa menyusup ke dalam kapal Raja tanpa diketahui seorang pun. Mak Per menyamar sebagai pegawai kapal dan selalu mencuri dengar setiap pembicaraan orang-orang yang ada di kapal itu. Namun sayangnya, Mak Per belum juga menemukan pembicaraan yang menyinggung tentang isi peti yang diminta Raja untuk ditebaknya.
Pada hari keenam, perjuangan Mak Per membuahkan hasil. Suatu ketika, Mak Per menemukan dua orang pengawal yang sedang berbincang tentang isi peti Raja.
“Aku sudah memberi makan ayam putih yang ada di dalam peti Raja. Besok Mak Per akan menebak isinya. Jangan sampai ayam itu mati karena nanti Raja bisa marah,“ kata seorang yang berbadan gemuk.
“Ha.. ha.. ha..! Besok Mak Per pasti akan dihukum pancung! Mana mungkin dia bisa menebak peti ini berisi seekor ayam? Kita harus menjaganya baik-baik. Ayam ini adalah ayam kesayangan Raja yang langka. Jika kau cari di seluruh penjuru negeri ini, tak akan ketemu ayam putih yang berkaki kuning dengan darah hitam seperti ini,” timpal seorang yang berbadan lebih kurus.
Lega sudah hati Mak Per. Nyawanya akan selamat besok. Diam-diam Mak Per meninggalkan kapal itu dan pulang ke rumah. Keesokan harinya, Mak Per dan Mak Udak berangkat ke istana. Di sana Raja sudah menyiapkan sebuah peti yang semalam telah dilihat Mak Per secara diam-diam. Ketika diberi kesempatan oleh Raja untuk menebaknya, Mak Per pun menjawab.
”Peti ini berisi seekor ayam putih yang berkaki kuning dan berdarah hitam,” jawab Mak Per mantap.
Betapa terkejutnya Raja mendengar jawaban Mak Per. Dengan jujur, akhirnya Raja mengakui kekalahannya. Seperti janjinya dulu, Mak Per akhirnya mendapatkan kerajaan dan tujuh kapal milik Raja. Raja pun mengakui kehebatan Mak Per sebagai peramal ulung. Seandainya saja Raja tahu kalau Mak Per bukan cuma meramal, tapi melakukan perbuatan dengan memakai akal.
Pesan cerita:Selalu gunakan akal sehat untuk menghadapi setiap masalah yang ada di depan mata.
Selasa, 08 Maret 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar