Pada tanggal 2 - 13 Mei 2015, pecinta budaya di Jakarta berkesempatan melihat secara langsung para penenun tradisional dari Maumere. Tepatnya para penenun dari kampung Watu Belapih yang jaraknya sekitar 18 km dari kota Maumere. Acara ini berlangsung di halaman samping Museum Tekstil Jakarta, tepatnya di depan pendopo Batik.
Kain tenun tradisional Maumere di dominasi oleh motif binatang terutama ayam. Hanya saja kita tidak akan melihat bentuk sebenarnya dari binatang tersebut. Motif-motif binatang tersebut bisa kita lihat sekilas pada kain tradisional yang dihasilkan.
Akar mengkudu dipakai untuk menghasilkan warna merah hingga kecoklatan. Semakin kecil akar mengkudu, maka warna merah yang dihasilkan akan semakin terang. Sedangkan semakin besar akar mengkudu, maka akan menghasilkan warna coklat yang dominan.
Daun nila atau daun indigo digunakan untuk menghasilkan warna hitam hingga biru. Sedangkan sebagai sumber warna hijau digunakan daun mangga. Untuk menghasilkan warna kuning dipakai kunyit sebagai pewarna alami.
Selain daun-daun tersebut juga digunakan kemiri yang berfungsi sebagai pembangkit warna atau yang dikenal sebagai mordan. Semua bahan yang digunakan akan dihaluskan terlebih dahulu. Baru kemudian diperas dan diambil sarinya untuk merendam benang.
Benang yang digunakan berasal dari kapas. Untuk setiap takaran kapas bisa menghasilkan 4 m benang. Sedangkan setiap 1 kg benang akan menghasilkan 3 lembar kain besar.
Kain-kain tradisional Maumere ini digunakan dalam berbagai upacara adat. Seperti misalnya upacara pernikahan, panen padi dll. Harga setiap lembar kain ini rata-rata Rp 1,5 juta.
Kalau kita sudah melihat bagaimana proses pembuatan kain ini, maka tidak ada lagi alasan untuk menawar. Karena harga itu sangat murah dibandingkan dnegan proses pembuatannya yang dilakukan dengan sepenuh hati untuk menghasilkan karya seni terbaik.
Berikut ini adalah video cara memintal kapas menjadi benang
:
0 komentar:
Posting Komentar