Pantai Petitenget di siang hari |
Pertama kali aku datang ke pantai Petitenget sekitar tahun 2008. Setelah itu setiap ke Pulau Dewata ini maka kunjungan ke pantai yang berada di desa Kerobokan Kabupaten Badung Bali ini selalu ada dalam agendaku.
Jembatan menuju pantai petitenget dari area parkir |
Matahari bersinar cukup terik pada siang hari. Menjelang sore pantai ini sedikit ramai. Para turis asing yang menginap di sekitar pantai ini datang untuk berselancar atau sekedar menikmati sunset.
Sisa-sisa sesaji |
Pendopo di halaman pura kawasan pantai petitenget |
Pedagang sate babi di pantai petitenget |
Untunglah aku diantar oleh driver muslim. Ketika aku menyodorkan sate lontong untuknya, driver itu bertanya, "ini sate apa mbak?"
Aku baru sadar kalau aku juga tidak tahu ini sate apa. Dan ketika aku tanyakan kepada si penjual, barulah aku tahu kalau itu sate daging babi. Akupun mengembalikan dua porsi sate lontong itu kepada si penjual. Tentu saja dengan meminta maaf dan membayar sebesar harga 2 porsi sate yaitu Rp 20.000.
Para Pedagang di Pantai Petitenget usai upacara |
Di kawasan pantai Petitenget ini ada sebuah Pura. Namanya Pura Petitenget. Konon dulunya sebelum dibangun pura, kawasan pantai ini sangat angker. Nama Petitenget sendiri merupakan gabungan dari dua kata yaitu Peti yang berarti peti atau kotak dan Tenget yang berarti angker. Jadi Petitenget memiliki arti " Peti angker".
Pada jaman dahulu Resi Dang Hyang Nirarta mengadakan perjalanan ke Pura Uluwatu. Ketika sampai di pantai yang sekarang bernama Petitenget ini, beliau beristirahat sejenak dan bertemu dengan Batara Masceti. Ketika keduanya sedang berbicara, Buto Ijo mengintip dari balik semak-semak.
Salah satu sisi pintu gerbang pura |
Buto Ijo pun dipanggil dan diberi tugas menjaga Peti Pecanangan (Tempat sirih). Sejak saat itu siapapun manusia yang datang ke tempat tersebut untuk mencari kayu bakar selalu dibuat sakit oleh Buto Ijo. Ini karena Buto jo menganggap siapapun yang datang adalah untuk mengambil Peti Pecanangan yang dijaganya.
Hingga akhirnya untuk membuat Buto Ijo tidak mengganggu lagi, dibuatlah sebuah Pura. Bangunan suci ini digunakan sebagai tempat pemujaan dan dinamakan Pura Petitenget.
Pintu gerbang PUra |
Jika kita ingin memasuki Pura ini, maka kita harus memakai kain panjang atau kain Bali. Akan tetapi kalaupun kita tidak membawa kain maka kita bisa menyewanya pada penjaga Pura.
Salah satu bagian dalam Pura |
Untuk masuk ke dalam area pantai maupun Pura ini kita cukup membayar parkir sebesar Rp 5.000. Tapi jika kita tidak membawa kendaraan tentu saja kita bisa masuk secara gratis.
Aku di depan Pintu Pura |
Ingin inspirasi destinasi menakjubkan yang lainnya di Indonesia? Silahkan mampir di Website Indonesia Travel
Tulisan ini diikutkan dalam Wonderfull Indonesia Blogging Contest
0 komentar:
Posting Komentar