Selasa, 15 November 2016

Perjalanan Horor Menuju Lembah Bada


Tahukah kamu di mana Lembah Bada itu?

Pertama kalinya mendengar nama Lembah Bada adalah dari Mbak Ari, Pengelola Museum Tekstil Jakarta yang menawari saya untuk ikut dalam ekspedisi Profesor Sakamoto. Sebelum jalan, mbak Ari bilang kalau jalan yang akan ditempuh itu sangat buruk, apalagi kalau hujan deras. Perjalanan ke sana juga akan menjadi perjalanan panjang dan melelahkan. Penginapan di sana juga ala kadarnya.

Pokoknya cerita awal tentang Lembah Bada itu horor banget lah. Ada mistis segala. Dan sepertinya bukan merupakan tempat yang cocok untuk berwisata. Belum lagi kalau melihat posisi Lembah Bada itu adanya di Kabupaten Poso yang terkenal dengan konflik sara nya itu. Ditambah lagi dengan Gunung Biru yang berada tidak jauh dari Lembah Bada yang kini menjadi terkenal karena merupakan persembunyian teroris.

Tapi semua cerita horor itu justru membuat aku menjadi penasaran. Apalagi ketika mencari cerita tentang Lembah Bada lewat internet, tidak banyak info yang aku temukan. Itu artinya, belum banyak traveler yang datang ke Lembah Bada. Yang banyak aku temukan adalah tulisan tentang Megalitikum terbesar yaitu Patung Sepe.
Museum Negeri Palu 
Singkat cerita tanpa berbekal informasi tempat tujuan yang banyak, aku dan tim pun akhirnya berangkat ke Palu dengan penerbangan pertama yaitu jam 5 pagi. DI Palu kami akan diantar dua ahli sejarah, Mas Iksham  dari Museum Negeri Palu dan Mas Rim Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tengah.


Sesampainya di Palu sekitar pukul 9 pagi WITA kami sarapan dulu dong, di tepi Pantai Talise dengan menu khas Palu. Ada duo Sole tapi tanpa sayur kelor, karena kami datang terlalu pagi dan sayurnya belum siap. Harga di restoran ini lumayan murah. Kami makan berdelapan hanya habis sekitar Rp 250 ribuan.



Perjalanan pun dilanjutkan dengan mampir sebentar ke Museum Negeri Palu untuk melihat baju-baju dari kulit kayu. Sekaligus kami beristirahat sebentar menunggu jalan menuju Poso di buka. Ini karena jalannya sedang dalam perbaikan, jadi diberlakukan buka tutup. Jadi jalan baru akan dibuka pada jam 12 - 14 ketika para pekerja beristirahat. Setelah itu ditutp dan baru dibuka kembali pada jam 18.00 ketika para pekerja sudah selesai bekerja.

Duo Sale 
Sebelum melanjutkan perjalanan, perlu bagi kami untuk mampir ke mini market membeli air mineral dll. Tapi kami memilih membeli camilan di toko kue yang lumayan lengkap dan ramai di Palu. Ii penting karena perjalanan kami memakan waktu sekitar 6-7 jam menuju Tentena.

Ketika melewati daerah Kebon Kopi, kami melewati sebuah tempat yang dikenal dengan nama Uwentira. Tempat ini lebih dikenal sebagai negerinya para Jin. Konon ceritanya seringkali ada orang-orang yang lewat sini melihat ada kota ramai. Cerita tentang betapa horornya Uwentira ini akan aku ceritakan di postingan berikutnya ya.

Uwentira 

Perjalanan menuju Tentena menyusuri pantai dan melewati kampung Bali di Kabupaten Sigi Montong. Hingga akhirnya kami tiba di Tentena pada malam hari dan menginap di sebuah penginapan yang berada tepat di tepi danau Poso. Harga penginapan di sini sekitar Rp 150 ribu hingga Rp 350 ribu. Tergantung kamar yang kita inginkan. Sayangnya air yang ada di sini diambil dari danau Poso, jadi jangan heran kalau warnanya coklat dan terlihat kotor.


Keesokan harinya setelah sarapan kami mlanjutkan perjalanan menuju Lembah Bada. Oh ya, kalau kalian mampir di Tentena, jangan lupa mencoba ikan Sugili ya. Ini adalah sejenis belut yang besar. Tapi memang gak semua restoran atau penginapan menyiapkan ikan Sugili ini. Beruntunglah kami bisa mencicipi ikan Sugili goreng tepung dengan harga satu porsi Rp 35.000. Satu porsi ikan Sugili ini banyak lho. Jadi bisa dimakan berdua bahkan bertiga.

Ikan Sugili Goreng Tepung
Di Tepi Danau Poso 
Perjalanan dari Tentna menuju Lembah Bada ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam 30 menit. Tapi berhubung kami agak-agak norak jadilah waktu tempuh sedikit lama, karena sesekali kami berhenti dan memotret.Jalan yang dilalui cukup bagus, tdak seperti yang diceritakan oleh Mbak Ari diawal.


Kini jalan menuju Lembah Bada sudah diaspal. Tapi memang di kiri kanan kami cukup menyeramkan, ada jurang yang dalam dan kemungkinan tebing batu yang longsor bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Belum lagi jalan yang masih rapuh, jadi, kalau kekuatan kendaraan beratnya berlebihan, bisa saja tanah ditepi jalan berguguran.

Jembatan Malei Sungai Merah 
Dan tahukah kalian kalau di jalan berliku itu ada banyak truk yang lalu lalang membawa bahan pembangunan jalan. Jadi perjalanan menuju Lembah Bada memang harus dipenuhi dengan zikir dan doa-doa keselamatan.

Di tengah perjalanan kami melewati anak sungai Lariang, yaitu sungai terpanjang di Sulawesi yang hulunya adalah di daerah Lore Lindu. Sungai ini airnya berwarna merah, jadi dikenal dengan nama sungai merah. Jembatan yang kami lalui bernama Jembatan Malei yang diresmikan pada tahun 2006.


Kami juga melalui hutan di mana di sana ada bekas-bekas kebakaran hutan tahun lalu. Sayang sekali memang kalau dilihat betapa luasnya kebakaran hutan tersebut. Tapi pohon yang terbakar gak ditebang kok. Bahkan ada yang masih bertunas juga.

Hingga akhirnya kamipun sampai di Lembah Bada. Sebuah perkampungan yang asri dan tertata rapi. Mau tahu apa yang kami lakukan di sini? Dan apa saja yang ada di Lembah Bada ini? Tunggu tulisan berikutnya ya.

Tapi kalau penasaran, bisa ngintip dulu di tayangan video ini ya :

This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar