Jumat, 01 Juli 2016

Cari Tahu Tentang Vaksin Palsu


Apa yang ada dalam pikiran ibu ketika tahu kalau ada vaksin palsu yang sudah beredar dan kasusnya baru diketahui setelah adanya temuan dari Bareskrim Mabes Polri pada bulan Juni 2016 ini. Vaksin ini ternyata dipalsukan dengan menambahkan bahan-bahan yang tidak higienis dan steril seperti air biasa. Hasilnya bukannya memberi kekebalan tubuh, tapi vaksin palsu ini justru akan membahayakan tubuh.

Pasti ada yang berpikir , "jangan-jangan anakku pernah mendapatkan vaksin palsu."

Atau ada juga yang akan bilang, "kok bisa sih vaksin palsu itu beredar, bukankah vaksin itu hanya bisa diberikan oleh tenaga medis di klinik atau rumah sakit, jadi tidak dijual bebas. Nah kalau yang yang tidak dijual bebas saja bisa dipalsukan, bagaimana dengan obat yang dijual bebas dan banyak dibutuhkan?"

Tentang Vaksin? 

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang peredaran vaksin palsu, yuk kita cari tahu dulu apa sih sebenarnya vaksin itu?

Vaksin itu adalah salah satu produk biologi atau tepatnya patogen (virus atau bakteri) yang telah dilemahkan. Vaksin ini merupakan produk yang beresiko tinggi (high risk) karena merupakan suatu patogen yang apabila tidak dikelola dengan baik menjadi reaktif dan menyebabkan penyakit. Karena beresiko tinggi inilah maka vaksin memerlukan pertimbangan dan perhatian khusus serta pengawasan yang lebih ketat dibandingkan produk obat pada umumnya.

Lalu apa manfaat vaksin?

1. Mencegah penyakit
Vaksin membantu mencegah penyakit-penyakit infeksi yang menular baik karena virus atau bakteri.

2. Kekebalan tubuh
Vaksin diberikan untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan membentuk antibodi sehingga dapat mencegah tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri

Antara Badan Pengawana Obat dan Makanan (BPOM) dan Vaksin Palsu 

Sebenarnya BPOM bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat dan mutu dari vaksin yang beredar di Indonesia. Pengawasan vaksin secara berkesinambungan juga dilakukan oleh BPOM, mulai dari evaluasi pre-market hingga post market. Tapi kok ya masih saja bisa ya vaksin palsu ini ada di rumah sakit dan klinik.

Evaluasi pre-market dilakukan dengan memastikan pemenuhan terhadap persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, serta dilakukan pengujian untuk mengeluarkan lot/batch release sebelum produk dipasarkan. Pengawasan post-market dilakukan melalui sampling dan pengujian produk beredar. Baik di sarana distribusi maupun sarana pelayanan kesehatan.

Selain itu pengawasan juga dilakukan di sarana produksi. Hal ini untuk memastikan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pengawasan di sarana distribusi juga dilakukan untuk memastikan penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) termasuk menjamin adanya rantai dingin di seluruh rantai distribusi.


Vaksin yang tidak sesuai persyaratan secara sporadis telah ditemukan sejak tahun 2008, namun  pada saat itu kasus hanya terjadi dalam jumlah kecil dengan modus pelaku pada umumnya adalah melakukan penjualan vaksin yang telah melewati masa kedaluwarsanya.

Tahun 2013, Badan POM menerima laporan dari perusahaan farmasi Glaxo Smith Kline terkait adanya pemalsuan produk vaksin produksi Glaxo Smith Kline yang dilakukan oleh 2 sarana yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian. Laporan ini telah ditindaklanjuti dengan hasil satu sarana terbukti melakukan peredaran vaksin ilegal. Tersangka dikenai sanksi sesuai Pasal 198 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berupa denda sebesar Rp1.000.000,-.

Tahun 2014, Badan POM telah melakukan penghentian sementara kegiatan terhadap 1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) resmi yang terlibat menyalurkan produk vaksin ke sarana ilegal/tidak berwenang yang diduga menjadi sumber masuknya produk palsu.

Tahun 2015, Badan POM kembali menemukan kasus peredaran vaksin palsu dimana produk vaksin palsu tersebut ditemukan di beberapa rumah sakit di daerah Serang. Hingga saat ini, kasus sedang dalam proses tindak lanjut secarapro-justitia.

Untuk mengatasi vaksin yang tidak memenuhi syarat ataupun palsu tahun 2008-2016, Badan POM langsung meneruskannya ke ranah hukum. Tahun 2016, Badan POM dan Bareskrim Mabes Polri menerima laporan dari PT. Sanofi-Aventis Indonesia terkait adanya peredaran produk vaksin Sanofi yang dipalsukan.

Badan POM telah melakukan penelusuran ke sarana distribusi yang diduga menyalurkan produk vaksin palsu tersebut. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, diketahui bahwa CV. AM yang diduga melakukan pemalsuan menggunakan alamat fiktif. Pihak Bareskrim Mabes Polri secara paralel melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

Temuan vaksin palsu saat ini adalah kejadian kriminal murni dimana pelakunya adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di lima lokasi (Subang, Jakarta, Tanggerang Selatan, Bekasi, dan Semarang).

Pengawasan vaksin akibat perbuatan kriminal ataupun di jalur ilegal dilakukan Badan POM bekerja sama dengan kepolisian karena dalam pengawasan perbuatan kriminal ini diperlukan tindakan kepolisian antara lain penyitaan dan penahanan apabila diperlukan yang mana Badan POM tidak memiliki kewenangan.


Sebagai langkah antisipasi terhadap kasus peredaran vaksin palsu, pada tanggal 23 Juni 2016 Badan POM telah melakukan beberapa tindakan:

1. Memerintahkan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
  • Melakukan pemeriksaan dan penelusuran terhadap kemungkinan penyebaran vaksin palsu di daerah masing-masing.
  • Apabila menemukan vaksin yang berasal bukan dari sarana distribusi resmi ataupun diduga merupakan vaksin palsu, diminta untuk melakukan pengamanan setempat hingga diperoleh  konfirmasi dari hasil pengujian.
  • Hingga saat ini telah diamankan sejumlah vaksin dari 28 sarana pelayanan kesehatan di 9 wilayah cakupan pengawasan Balai Besar/Balai POM yaitu Pekanbaru, Serang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Palu, Surabaya, dan Batam.
  • Pengawasan hingga saat ini masih terus berlanjut di 32 provinsi di Indonesia sesuai dengan wilayah cakupan pengawasan Balai Besar/Balai POM.

2. Memerintahkan kepada Sarana Produksi dan Distribusi untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendistribusian dan sumber produk yang disalurkannya.

3. Meminta kepada pihak sarana pelayanan kesehatan untuk memerhatikan sumber pengadaan produk vaksin termasuk sediaan farmasi lainnya dan menghindari pengadaan dari sumber yang tidak resmi (freelance).

4. Membentuk tim terpadu yang terdiri atas Badan POM dan 3 perusahaan farmasi di Indonesia yaitu PT. Biofarma (Persero), Glaxo Smith Kline, dan PT. Sanofi-Aventis Indonesia untuk mengidentifikasi keaslian produk vaksin di lapangan yang diduga palsu.

5. Melakukan koordinasi secara aktif dengan pihak Bareskrim Mabes Polri untuk menindaklanjuti hasil temuan. Badan POM juga menyiapkan tenaga ahli dan sarana pengujian di laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) untuk memfasilitasi pengujian terhadap temuan vaksin palsu.

6. Melakukan koordinasi secara aktif dengan Kementerian Kesehatan RI untuk meminimalisir dampak dari penyebaran dan peredaran vaksin palsu tersebut.

Perkembangan Vaksin Palsu Hingga Saat ini


Sampai dengan 30 Juni 2016, telah diidentifikasi sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) sarana pelayanan kesehatan di 9 (sembilan) wilayah cakupan pengawasan BBPOM/BPOM yaitu Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pangkal Pinang, dan Batam, yang perolehan/pengadaan vaksinnya berasal darifreelance/ sumber tidak resmi.

Badan POM telah menyelesaikan pengujian terhadap sebagian sampel vaksin yang diterima Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dari Bareskrim Polri. Hasil pengujian terhadap sampel tersebut telah dikirimkan kepada Bareskrim pada Kamis 30 Juni 2016. Pengawasan hingga saat ini masih terus berlanjut di 32 provinsi di Indonesia sesuai dengan wilayah cakupan pengawasan Balai Besar/Balai POM.

Jadi apa yang perlu dilakukan dalam rangka membangun persepsi obyektif terkait isu vaksin ?
•Sistem Regulasi perlu dibenahi
•Strategi pengawasan ditingkatkan
•Koordinasi lintas sektor yang baik
•Peran dan Tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan terkait manajemen obat
•Tanggung jawab moral para profesional kesehatan.

Untuk keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM di nomor telepon 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0-8121-9999-533, e-mail halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.


0 komentar:

Posting Komentar