Hantu itu Bernama Calistung
Ini adalah cerita tentang keponakanku yang namanya Nayla. Umurnya 6 tahun dan sekolah di TK B. Sebenarnya tahun ini dia sudah bisa masuk ke SD tapi orang tuanya (adikku) gak PD memasukkannya. Ketidak PD an ini bukan karena Nayla belum bisa membaca tentunya, tapi sistem masuk SD berdasarkan umur membuatnya ragu kalau Nayla tidak bisa diterima di SD favorit yang ada di dekat rumah kami.
Walaupun masuk SD sekarang ini tidak perlu tes Baca Tulis dan Berhitung (Calistung) seperti dulu, tapi toh pada kenyataannya PAUD ataupun TK masih saja mengajarkan murid-murid mereka Calistung. Entahlah apa karena sudah kebiasaan atau karena tuntutan orang tua murid. Pada kenyataannya para orang tua murid masih saja merasa bangga ketika anak-anak mereka sudah pandai Calistung ketika masih duduk di PAUD.
Tapi perlu diingat bahwa tidak semua anak pintar dalam hal akademis. Ada memang anak yang suka membaca, matematika dll. Ada juga anak-anak yang lebih suka bernyanyi , menggambar, memasak dll. Hanya saja yang perlu diingat adalah bahwa masa anak-anak adalah masa bermain. Biarkan mereka puas bermain, kalaupun belajar membaca, menulis maupun berhitung jangan sampai melupakan kegiatan bermain mereka.
Lanjut lagi ke cerita Nayla. Jadi pagi ini dia tidak lagi mau sekolah. Memang pagi ini hujan turun sejak malam hingga pagi. UDara pun dingin saat yang enak untuk tidur. Tapi Nayla sudah berencana tidak masuk sekolah sejak tadi malam. Terlihat dari nada bicaranya ada ketakutan di wajahnya. Seolah dia akan melihat hantu di sekolah.
Hal ini terus berulang sejak beberapa minggu sebelumnya. Setiap hari Kamis Nayla tidak pernah mau masuk sekolah. Selidik punya selidik ternyata pada hari kamis guru Nayla di kelas memberikan pelajaran membaca dan menulis. Karena tidak suka membaca dan menulis akhirnya Nayla malas ke sekolah.
Pertanyaannya adalah mengapa guru Nayla masih saja mengajarkan muridnya membaca dan menulis? Bukankah sudah ada edaran dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan soal larangan mengajarkan calistung di PAUD ataupun TK? Entahlah, mengapa seperti itu, tapi kalau menurut perkiraanku ini karena para oorang tua murid meminta anaknya pintar Calistung sejak TK. Dugaanku ini diperkuat dengan banyaknya orang tua murid yang memberikan anaknya pelajran tambahan calistung pada guru TK Nayla.
Aku pun kembali teringat pada anak-anakku yang sekarang sudah tumbuh menjadi remaja. Dulu aku tidak pernah mempermasalahkan apakah anakku bisa calistung atau tidak ketika duduk di TK. Padahal pada saat itu syarat masuk SD masih menggunakan tes Calistung. Tapi toh nyatanya anakku bisa mengerjakan tes calistung dan berhasil masuk SD negeri dekat rumah.
Padahal anak-anakku juga bukan tergolong anak yang pintar. Bahkan anakku yang pertama baru bisa calistung ketika kelas 2 SD. Pada saat duduk di bangku SD pun aku tidak mempedulikan soal ranking. Memang prestasi kedua anakku biasa-biasa saja saat duduk di bangku SD.
Aku bahkan tidak memberikan pelajaran tambahan atau bimbingan belajar pada mereka. Bukan masalah irit atau pelit membayar bimbingan belajar. Tapi aku hanya berpikir kalau anak-anakku sudah lelah belajar di sekolah, dan mereka bukan robot yang bisa dijejali dengan segala macam pikiran pelajaran yang bisa saja membuat mereka bosan.
Toh nyatanya kedua anakku grafik prestasinya di sekolah terus naik. Anak prtamaku yang di SD tidak pernah juara kelas, maka ketika duduk di kelas 10 mulai juara kelas. Ini karena ketika teman-temannya sudah lelah belajar, anakku justru naik semangat belajarnya. Jadi menurutku biarkan anak belajar sesuai kemampuan mereka. Jangan pernah memaksakan anak-anak dalam hal belajar karena bagaimanapun juga masa anak-anak adalah masa bermain
0 komentar:
Posting Komentar