Cerita Rakyat Sumatera Barat
Ketika putri-putri tersebut menginjak dewasa, ayah mereka, Raja Mambang meninggal dunia. Sepeninggal Sang Raja Batang Buar dipimpin oleh permaisuri, Ratu Nan Jombang. Sang Ratu menginginkan negerinya dikenal oleh banyak kerajaan, dengan demikian akan banyak pedagang dari kerajaan lain yang datang ke Batang Buar. Kalau perdagangan sudah ramai maka pajak yang masuk kekerajaan pun akan semakin banyak dan Negeri BAtang Buar akan menjadi negeri yang kaya. Itulah impian Ratu Nan Jombang.
Untuk mencapai cita-citanya tersebut Ratu Nan Jombang mengirimkan beberapa utusan ke berbagai kerajaan besar seperti Persia, Turki, Malaka, Bugis, Cina juga Campa. Utusan itu membawa lamaran bagi para putra mahkota dari kerajan-kerajaan tersebut yang akan dijodohkan pada keenam putri-putri Ratu Nan jombang.
Jauh sebelum perjodohan itu berlangsung, bahkan ketika ayahanda mereka, Raja Mambang masih hidup keenam putri sudah mempunyai calon pasangan hidup masing-masing. Bahkan ketika keenam putri itu berkumpul dengan pasangan masing-masing mereka telah berjanji akan menikah.
Beberapa bulan kemudian utusan dari Batang Buar kembali dengan membawa berita gembira. Pinangan kesemua kerajaan telah diterima. Pada hari yang telah ditetapkan, pangeran beserta rombongan dari masing-masing kerajaan akan mendarat di pantai Purus. Mereka akan membawa mas kawin berupa emas dan barang-barang bawaan pilihan untuk masing-masing putri yang akan menjadi calon istri mereka.
Mendengar hal tersebut putri-putri itu sangatlah gembira. Mereka lupa pada janjinya dengan calon pasangan mereka dari Batang Buar. Hanya putri bungsu lah yang bersedih hati. Bahkan ia mencoba untuk mengingatkan kakak-kakaknya akan janji mereka.
“Bukankah kita sudah pernah berjanji pada calon pasangan kita masing-masing untuk menikah?” Kata Bungsu pada kelima kakak.
Kakak tertua menjawab, “ Mana mungkin kami akan menolak emas yang diberikan pada kami bungsu.”
“Maksud kakak apa.” Bungsu yang memang lugu tidak mengerti bahasa kiasan yang dipakai oleh kakaknya.
“Begini Bungsu, Pangeran yang dijodohkan oleh ibu dengan kita adalah Pangeran dari kerajaan besar yang kaya raya.
Sedangkan calon pasangan kita hanyalah rakyat biasa di BAtang Buar. JAdi hidup kita akan lebih baik jika menjadi istri para pangeran itu. NAntinya mereka akan menjadi raja dan kita akan jadi permaisuri sebuah kerajaan besar.”
Bungsu tetap tidak setuju pada pendapat kakaknya,” Bagaimanapun juga kita telah berjanji. Apakah kaka tidak takut akan dikutuk Tuhan kalau melanggar janji.”
“Sudahlah Bungsu, janji kita kemarin hanya main-main saja kok.” Jawab kakaknya.
Bungsu sedih melihat perilaku kakaknya. Menjelang kedatangan pangeran yang akan mempersuntingnya secara diam-diam bungsu Bungsu melarikan diri dengan menggunakan sampan kecil pada malam harinya.
Mengetahui salah satu putrinya pergi Ratu Nan Jombang marah besar. Segala sumpah serapah ia ucapkan. Bahkan ia berkata, ”Tuhan aku mengutuk putriku yang telah mempermalukanku. Biarlah ia dihempas ombak dilautan.”
Seketika itu juga badai datang disertai dengan kilat yang menyambar-nyabar, ombak dilautan menderu bagaikan suara tangisan yang memilukan hati. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Hingga sekarang Ombak di pantai Pirus kadang-kadang menderu dan suaranya seperti tangisan seorang perempuan yang memilukan hati. Bisa jadi ini adalah tangisan putri bungsu.
Beberapa hari kemudian kapal-kapal para pangeran yang akan menikah dengan putrid-putri tersebut merapat di pantai Pirus. Berbagai barang bawaan yang mewah di gotong dengan tandu menuju istana. Sepanjang perjalanan rakyat Batang Buar kagum dibuatnya. Pesta pernikahan dilakukan tiga hari tiga malam.
Setelah pesta usai kelima putri dan para pangeran yang telah menjadi suaminya bersiap-siap hendak berlayar kembali menuju kerajaan masing-masing. Ratu Nan Jombang mengantarkan mereka di pelabuhan.
Ketika kapal mereka belum seberapa jauh meninggalkan pantai tiba-tiba hujan deras datang disertai kilat yang menyambar. Bunyi petir menggelegar seakan mengguncang bumi. Angin bertiup sangat kencang dan suara gelombang pasang yang tinggi bergemuruh.
Namun peristiwa ini tidak berlangsung lama. Sesaat kemudian semuanya berhenti, laut kembali menjadi tenang. Namun dari kejauhan kelima kapal yang dinaiki oleh Putri raja tersebut berubah menjadi lima buah gugusan pulau.
KIsah ini diambil dari : Kumpulan Legenda Nusantara Favorit By Astri Damayanti (Indria Pustaka 2011)
0 komentar:
Posting Komentar