Rabu, 28 Agustus 2013

Belajar Filosofi Hidup Dari Rumah Sasak Sade

Rumah di Desa Sasak Sade tidak dibuat begitu saja. Setiap bagiannya mempunyai arti tersendiri yang mengajarkan kita sebagai manusia bagaimana sebaiknya menjalani hidup sebagai makhluk sosial. 


Kampung Sade luasnya kurang lebih sekitar 6 hektar. Desa seluas ini dihuni oleh sekitar 700 jiwa yang terdiri atas 152 kepala keluarga dan mendiami 152 rumah. Sejak jaman dulu jumlah rumah yang ada di kampung Sade jumlahnya tetap, tidak kurang dan tidak lebih. 

Hanya orang-orang yang menikah dengan orang yang masih bersaudara saja yang diperbolehkan tinggal di kampung ini. Jika ada yang menikah dengan orang lain yang bukan merupakan saudara, maka orang tersebut harus keluar dari kampung Sade. Suku sasak di Lombok polulasinya mencapai 85 % dari seluruh penduduk Lombok. Nenek moyang Suku Sasak adalah orang-orang Austronesia yang bermigrasi ke Asia sekitar 5 ribu tahun sebelum Masehi. 

Di Lombok sendiri masih ada desa lain yang juga masih mempertahankan budaya Suku Sasak. Desa itu adalah Bayan, Sade dan Rambiten. Desa Bayan merupakan desa Sasak paling kuno. Sayangnya desa Bayan berada di kaki gunung Rinjani sehingga agak sulit di jangkau. Masalah jarak tempuh inilah yang menjadikan Sade kemudian menjadi desa wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. 

Menuju Kampung Sade 


Perkampungan suku Sasak di desa Sade terletak di tepi jalan raya antara Praya dan Kuta. Kampung yang berada di desa Rimbitan, Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Propinsi Nusa Tenggara Barat(NTB) ini memiliki tradisi suku Sasak yang masih terjaga hingga sekarang. Oleh karena itulah maka kampung ini menjadi desa wisata. Salah satu alasan orang datang ke Sade adalah untuk melihat aktifitas penduduknya yang masih alami serta adat istiadat juga rumah adat dan rumah penduduk yang masih terjaga keasliannya. 

Kampung Sade berjarak sekitar 10 km ke arah selatan dari bandara Internasional Lombok Praya. Perjalanan dari bandara Internasional menuju Sade bisa ditempuh selama 15-20 menit dengan kendaraan pribadi. Dari terminal bis Mandalika di Mataram kita bisa naik kendaraan umum menuju Praya, ibukota kabupaten Lombok Tengah, kemudian dilanjutan naik kendaraan ke arah Sade. Dari bandara menuju kampung Sade jalannya sudah beraspal dan sesekali kita akan melewati kelokan kecil. Di kiri dan kanan jalan kita akan menjumpai pemandangan lahan pertanian yang ditanami jagung. 

Kampung Sade terletak di tepi jalan raya Praya-Kuta. Tidak sulit menemukan tempat ini karena di luar kampung ada papan nama besar dengan tulisan “Dusun Sade”. Ada gapura besar pada pintu masuk dengan bangunan khas Sasak. Jika datang ke sini dengan rombongan jangan khawatir soal parkir dan makanan, karena ada tempat parkir yang sangat luas di sini. Di sekitar tempat parkir ini juga banyak kita jumpai warung makan. 

Walaupun Sade adalah desa wisata, namun untuk masuk ke tempat ini kita tidak akan diminta untuk membeli karcis masuk. Akan tetapi di pintu masuk kita harus mengisi buku tamu dan mengisi kotak sumbangan yang ada adi dekatnya. Besar uang sumbangan itu tidak ditentukan, jadi kita bisa mengisi sebesar kerelaan saja. Uang hasil sumbangan pengunjung ini nantinya akan digunakan untuk kepentingan bersama dan dikelola oleh warga kampung Sade. Selain berkunjung kita juga bisa lho menginap di rumah penduduk secara gratis. Bahkan di bagian depan kampung terdapat aula serta masjid yang digunakan sebagai tempat istirahat bagi wisatawan. 

Mata Pencaharian Penduduk Sade 


Sebagai desa wisata tentu saja mata pencaharian penduduk kampung Sade di bidang yang berkaitan dengan pariwisata. Laki-laki di kampung Sade sebagian berprofesi sebagai tour guide yang menemani para wisatwan mengenal dan berkeliling kampung Sade. Akan tetapi sebagian besar dari laki-laki kampung Sade mata pencaharian utamanya adalah sebagai petani. 

Perempuan di kampung Sade juga tidak tinggal diam. Mereka membuat kain tenun, mulai dri memintal benang hingga menenun benang menjadi kain menggunakan alat tenun tradisional. Kain tenun tersebut kemudian dijual pada wisatawan yang datang. Proses pembuatan kain tenun memerlukan waktu 1 – 4 minggu atau satu bulan. Itu sebabnya mengapa harga kain tenun suku Sasak relatif mahal. Satu lembar kain tenun dijual seharga Rp 250.000 -350.000, bahkan ada yang sampai Rp 1.000.000.000 tergantung motif dan kerumitan pembuatannya. Namun untuk kain tenun dengan ukuran kecil seperti selendang atau taplak meja kita bisa membelinya dengan harga sekitar Rp 40.000 – Rp 60.000. 

Tidak lengkap rasanya jika datang ke kampung Sade tidak membeli souvenir. Peluang inilah yang ditekuni oleh penduduk kampung Sade. Di hampir setiap rumah kita bisa menemukan souvenir khas Lombok seperti kain tenun, patung, gantungan kunci, serta pernak-pernik lainnya. Harganya juga relatif murah untuk gantungan kunci atau asesoris khas Lombok yaitu sekitar Rp 5.000 – Rp 15.000. 

Filosofi Rumah Sasak Sade 

Rumah di Sade tertata rapi dengan sumber air berasal dari sumur-sumur tanah. Jalanan yang menghubungkan antar rumah terbuat dari tanah. Ada juga sebagian jalan yang terbuat dari semen dan ubin. 

Di kampung Sasak Sade hanya ada rumah khas suku Sasak. Jika menginginkan membangun rumah dengan arsitektur modern, maka hanya boleh dilakukan diluar kampung. Bagi suku Sasak rumah merupakan rekaman kebudayaan serta adat istiadat suku Sasak dari masa ke masa. Rumah juga menjadi tempat pemenuhan kebutuhan rohani dan jasamani sehingga keberadaan rumah sangat penting dalam kehidupan. 

Rumah dalam kehidupan suku Sasak menjadi tempat berlindung. Selain itu rumah juga menjadi tempat berkumpul anggota keluarga. Rumah juga menjadi tempat ritual yang sakral untuk berdoa pada Tuhan maupun menghormati arwah nenek moyang. 

Pantangan Dan Anjuran Dalam Membangun Rumah Suku Sasak Sade 

Tidak semua hari bisa digunakan untuk membangun rumah di Sade. Sebelum membangun rumah biasanya penduduk Sade akan mendatangi pimpinan adat untuk menentukan hari baik. Waktu yang digunakan menggunakan pedoman papan warige yaitu sejenis primbon tapel adam dan tajul muluk. Hari yang baik membangun rumah adalah bulan ketiga (Rabiul Awal) dan bulan keduabelas (Dzulhijjah). Sedangkan hari yang harus dihindari ketika membangun rumah adalah bulan Muharram dan Ramadhan. Masyarakat Sade percaya jika pantangan itu dilanggar maka akan mengundang malapetaka diantaranya sulit rejeki, kebakaran atau sakit. 

Karena membangun rumah selalu memperhatikan kebutuhan kelompok atau keluarga, maka dalam memilih tempat untuk membangun rumah, orang-orang Sasak Sade juga mempunyai pertimbangan tersendiri. Mereka akan menghindari tempat-tempat seperti bekas sumur, bekas pembuangan sampah, bekas perapian juga posisi tempat tusuk sate. Pantangan yang juga dihindari dalam membangun rumah adalah membangun dengan ukuran rumah berbeda dari rumah sebelumnya. Selain itu dalam membangun rumah juga harus memperhatikan arah yang sama dari rumah yang sebelumnya ada. Ini melambangkan kehidupan bermasyarakat yang harmonis. 

Rumah penduduk memilik dua ruangan yaitu ruang depan dan ruang dalam. Ruang depan dapat kita lihat ketika memasuki pintu utama. Ruang ini digunakan oleh ibu dan laki-laki yang ada di rumah tersebut. Ruang yang satu lagi adalah ruang dalam yang digunakan oleh wanita lajang yang ada di rumah tersebut. Lantai ruang dalam lebih tinggi 2 anak tangga dari lantai ruang depan. Yang memisahkan ruang depan dan ruang dalam adalah pintu kecil yang terbuat dari kayu berbentuk oval dengan tinggi sekitar 150 cm. 

Rumah Sasak Sade dibangun dari bahan-bahan yang ada di sekitar kampung. Kuda-kuda atap rumah menggunakan bambu tanpa paku. Dinding rumah juga terbuat dari anyaman bambu yang dikenal dengan nama bedek. Atap rumah terbuat dari ijuk. Lantai rumah merupakan campuran tanah liat dan kotoran kerbau. Perpaduan kedua bahan ini akan menghasilkan lantai yang keras seperti lantai semen. 
Langit-langit rumah khas sasak 
Jangan heran jika kita tidak menemukan jendela pada rumah tradisioanl suku Sasak. Rumah suku Sasak memang di design hanya memiliki satu pintu dengan ukuran kecil dan rendah. Tentu saja design pintu ini ada tujuannya. Dengan pintu yang sempit ini maka tamu akan menunduk ketika memasuki rumah. Inilah simbol penghormatan tamu bagi pemilik rumah yaitu saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya. 

Rumah Adat Sasak Sade 

Selain rumah penduduk ada juga rumah adat yang disebut sebagai bale. Ada tiga ruangan di dalam rumah adat ini yaitu inak bale (ruang induk) , kamar tidur (bale luar) dan bale dalam. Bale dalam digunakan untuk menyimpan harta karena dilengkapi dengan amben (tempat tidur bambu). Di sini terdapat ruang untuk ibu melahirkan yang juga digunakan sebagai tempat untuk menyemayamkan jenazah sebelum dikuburkan. 

Bale dalam juga dilengkapi dengan dapur serta sempare yaitu tempat menyimpan makanan dan minuman juga peralatan rumah tangga. Sempare terbuat dari bambu berukuran 2X2 meter persegi yang diletakkan di atas dengan posisi menggantung pada langit-langit atap. Ada dua tungku tanah yang menyatu dengan lantai dan digunakan untuk memasak. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak adalah kayu bakar yang disimpan tidak jauh dari tungku. 

Ada tiga undak-undakan atau anak tangga antara bale luar dan bale dalam. Undakan ini melambangkan dan mengandung pesan bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia tidak sama. Dari sini kita diingatkan supaya menyadari atas kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh setiap manusia. 

Atap beserta bubungan rumah adat terbuat dari alang-alang. Bentuk atap seperti gunungan yang menukik ke bawah berjarak antara 1,5-2 m dari permukaan tanah. Dinding terbuat dari bambu (bedek) dan tidak mempunyai jendela. Atap yang tinggi dengan jarak yang jauh dari lantai memungkinkan udara masuk ke dalamnya sehingga terasa sejuk. 

Rumah Adat (Bale) Berdasarkan Fungsinya 

Ada beberapa jenis rumah adat atau bale yang dibedakan berdasarkan fungsinya. Diantaranya adalah bale tani. Sesuai dengan namanya rumah adat ini dipakai sebagai tempat tinggal petani . Ada lagi bale yang bentuknya mirip dengan bale tani yaitu bale jajar, yang membedakan hanyalah jumlah dalam bale. Bale jajar biasanya ditempati oleh orang Sasak yang mempunyai tingkat ekonomi menengah ke atas. 

Ada bale yang khusus digunakan untuk menerima tamu. Kadang bale ini juga digunakan untuk menerima lamaran pemuda. Rumah adat ini dikenal dengan nama barugaq. Bale yang bentuknya hampir sama dengan barugaq adalah sekenam. Bedanya sekenam memiliki enam tiang di belakang rumah. Di Sekenam inilah orang-orang Suku Sasak belajar tatakrama dan adat istiadat. Selain itu tempat ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.

Di tengah pemukiman terdapat bale milik para pejabat desa. Bale ini disebut dengan bale bonder. Bale ini juga digunakan untuk tempat persidangan atau menyelesaikan masalah yang berkaitan denganhukum adat. Untuk menyelenggarakan kegiatan besar seperti penobatan pejabat kerajaan, penobatan putra mahkota, penobatan kyai kerajaan atau menyimpan benda-benda pusaka kerajaan digunakan bale beleq. 

Lumbung 

Ada 3 jenis bangunan yang fungsinya hampir sama dengan lumbung padi yait menyimpan hasil pertanian. Bangunan tersebut adalah alang, sambi dan lumbung. Lumbung padi digunakan sebagai tempat menyimpan hasil panen padi yang dihasilkan oleh penduduk Sasak Sade. 

Lumbung padi berdiri diatas empat tumpukan kayu. Atapnya berbentuk mirip topi yang dibuat dari alang-alang. Ada sebuah jendela terbuka yang berfungsi untuk memasukkan padi. Di bawah lumbung ini ada bale-bale yang sering digunakan oleh penduduk untuk berkumpul juga untuk menjaga lumbung. Lumbung padi dibangun di depan rumah. 

Kotoran Kerbau di Lantai Rumah Sasak Sade 

Ada yang unik di setiap rumah di Sade. Lantai tanah di sini selalu dipel dengan menggunakan kotoran kerbau. Mengapa menggunakan kotoran kerbau bukan kotoran sapi? Ini karena sapi masih dianggap sebagai hewan keramat di sini. 

Awalnya memang sedikit berbau, namun setelah kotoran kerbau mengering, lama kelamaan bau itu akan hilang. Kotoran kerbau juga diyakini mengandung zat yang bisa mengusir nyamuk. Selain itu kotoran kerbau juga bisa memberikan efek hangat dalam rumah pada saat malam hari ketika udara terasa dingin. 

Agama Islam Di Sade 
Agama islam memang dianut oleh mayoritas penduduk Sade. Namun diantara mereka masih ada yang menganut Bodha yaitu kepercayaan terhadap animisme juga ada sebagian kecil penduduk yang menganut agama hindu dan budha. Mereka semua hidup rukun dan saling menghormati satu dengan yang lain. 

Ada masjid ditengah kampung Sade dengan bangunan yang khas rumah adat Sade. Ada juga pemeluk agama islam Wektu Telu di sini. Wektu Telu adalah melakukan ibadah sholat hanya tiga kali sehari. Namun sekarang sedikit demi sedikit pemeluk islam wektu telu sudah berkurang. Mereka sudah menganut agama islam dengan menjalankan ibadah sholat lima waktu. 

Kehidupan natural yang ada di Sade memang sarat akan pelajaran hidup yang bisa kita pelajari. Filosofi kehidupan yang sederhana bukan saja bisa kita lihat dari bangunan yang ada tapi juga keseharian penduduknya yang sederhana dan menjaga adat istiadat.

Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog Jelajah 7 Keajaiban Nusantara 
Dan masuk menjadi 25 finalis 
This entry was posted in

0 komentar:

Posting Komentar